
Kebijakan Kuota Gas HGBT yang Diperketat, Picu Ancaman PHK
Pasokan gas bumi untuk industri kembali menjadi sorotan setelah kebijakan pembatasan kuota Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang diberlakukan sejak 13 Agustus 2025.
Alih-alih mendukung iklim usaha, kebijakan ini justru menekan roda produksi dan memicu keresahan pelaku industri.
Pembatasan harga gas bumi untuk industri Tanah Air itu bahkan mendapat sentimen negatif dari pelaku usaha di bidang manufaktur. Dua sektor industri Tableware di Tangerang kini diketahui telah merumahkan sekitar 700 pekerjanya imbas kebijakan pembatasan HGBT tersebut.
Lantas, bagaimana penyebab kebijakan pembatasan kuota Gas HGBT itu kini memicu sentimen negatif para pelaku industri di Tanah Air? Berikut ulasannya:
1. Pekerja Pabrik Diintai PHK
Sejumlah asosiasi industri kini mengingatkan potensi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) apabila kondisi tidak segera ditangani pemerintah. Salah satunya diutarakan Asosiasi Industri Olefin Aromatik Plastik (Inaplas) menjadi salah satu pihak yang kini bersuara lantang.
Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar Budiono, menegaskan kepastian pasokan energi sangat menentukan keberlangsungan usaha.
"Gangguan pasokan gas bumi bukan hanya menurunkan kinerja produksi, tetapi juga sudah mulai memicu ancaman PHK,” ujarnya dalam keterangannya pada Kamis, 21 Agustus 2025.
Setelah pembatasan Gas HGBT ramai menuai sorotan publik, Kemenperin diketahui telah turun langsung memantau kondisi di lapangan.
2. Industri Oleokimia Merana
Terpisah, pada Jumat, 22 Agustus 2025, Kemenperin sempat melakukan kunjungan ke PT Sumi Asih, perusahaan intermediate industry sektor oleokimia di Bekasi. Tujuannya, mendengarkan langsung keluhan pelaku industri terkait pembatasan pasokan gas.
Manajemen PT Sumi Asih menjelaskan, sejak 13 Agustus 2025 perusahaan hanya menerima pasokan gas dengan kuota terbatas berdasarkan Surat PGN No. 476100.S/PP.03/RD1BKS/2025.Pasokan maksimal dibatasi 48 persen kontrak bulanan pada 13-19 Agustus, naik 65 persen pada 20-22 dan 25-29 Agustus 2025, serta 70 persen pada 23-24 dan 30-31 Agustus.
Jika menggunakan lebih dari kuota, maka perusahaan tersebut disebut akan dikenakan penalti hingga 120 persen dari harga LNG.
Bagi Sumi Asih, keterbatasan ini membuat risiko operasional semakin besar. Perusahaan yang rutin mengekspor produk ke Tiongkok dan Eropa terpaksa tetap berproduksi meski harus membayar penalti.
Kondisi tersebut kini menimbulkan pertanyaan besar soal keadilan distribusi gas. Terlebih, Industri Oleokimia di Bekasi itu diketahui membutuhkan 1.500 MMBTU per hari agar beroperasi normal. Jika pasokan turun di bawah 1.085 MMBTU, maka seluruh fasilitas produksi bisa berhenti total.
3. Kemenperin: Ada Kejanggalan Pasokan
Setelah menyambangi PT Sumi Asih, Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif menegaskan adanya kejanggalan dalam pola pasokan Gas HGBT.
“Kami mempertanyakan mengapa gas dengan harga di atas USD 15 per MMBTU stabil tersedia, tapi gas HGBT di kisaran USD 6 (atau sekitar Rp97.386) justru terbatas," ucap Febri dalam keterangannya di Bekasi, pada Jumat, 22 Agustus 2025.
"Artinya, pasokan ada, tetapi tidak disalurkan pada harga yang sudah ditetapkan pemerintah,” imbuhnya.
4. Kata Menteri ESDM soal Kebijakan HGBT
Menilik dari sisi yang lain, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia pernah menuturkan kebijakan terkait Gas HGBT akan mendorong daya saing industri sekaligus menekan biaya produksi.“Sesuai arahan Presiden Prabowo, HGBT dibedakan menjadi USD 7 per MMBTU untuk bahan bakar, dan USD 6,5 per MMBTU untuk bahan baku," tutur Bahlil dalam keterangannya di Jakarta, pada 28 Februari 2025 lalu.
Klaim itu diketahui terbukti di atas kertas. Implementasi HGBT antara 2020 hingga 2023 memberi manfaat ekonomi Rp247,26 triliun, dengan ekspor naik Rp127,84 triliun, pajak bertambah Rp23,30 triliun, dan investasi tumbuh Rp91,17 triliun.
Kebijakan serupa juga dikaitkan dengan efisiensi anggaran negara, termasuk penghematan subsidi listrik hingga triliunan rupiah.
Kendati demikian, kini bola panas berada di tangan pemerintah. Industri menuntut konsistensi kebijakan, bukan hanya janji efisiensi dan stimulus ekonomi.
Sumber : https://www.jaringnews.co.id/